Perkenalan kami dengan Taufan, (38 tahun), berawal dari partisipasi dan keaktifan beliau pada kegiatan-kegiatan pertemuan yang diselenggarakan Karsa Intitute dengan Yayasan Care Peduli. Memang Taufan bukanlah penerima langsung bantuan sektor perikanan, tapi ia mewakili Ibu Muse, mertuanya yang kepala keluarga perempuan.
Taufan yang tergolong taat beribadah itu, sehari-hari bekerja sebagai nelayan penangkap ikan, untuk menafkahi istri dan ketiga anaknya. Suatu ketika, di rumahnya yang tergolong bersahaja, Taufan bertutur, “Alhamdullilah saat ini kapanpun saya
sudah bisa turun ke laut dengan jangkauan jarak yang semakin jauh serta hasil tangkapan yang lebih baik. Sebelumnya saya hanya bisa melaut paling jauh
sekitar 400 m dari bibir pantai dikarenakan
kondisi perahu yang sudah tua dan tidak layak lagi digunakan untuk melaut
ke tempat yang lebih jauh dan
dalam".
Melalui program Pemulihan Livelihood (mata pencaharian) yang
diselenggarakan Karsa Institute bersama
YCP,
keluarga Taufan mendapatkan bantuan modal usaha berupa Perahu Katinting. Lebih lanjut,
Taufan menguraikan, “Asal
cuaca bagus saya sudah dapat melaut kapanpun saya mau dan tidak takut lagi
dengan kondisi perahu, ditambah informasi cuaca maritim
yang display-nya ditempatkan di
kantor Desa Salubomba, sehingga membantu memudahkan kami nelayan-nelayan
tradisional mengakses informasi, untuk menentukan waktu yang
tepat untuk melaut".
Taufan menambahkan,
ada satu
pengetahuan baru yang diperolehnya dari kegiatan pelatihan
yang diikutinya bersama teman-teman kelompok nelayan melalui bantuan alat berteknologi tinggi yang
diberikan oleh YCP dan Karsa itulah alat yang disebut Fish Finder. “Bagi kami nelayan
tradisional, alat canggih ini merupakan hal yang baru pertama kali saya pegang dan operasikan
secara langsung
dituntun tim ahli dari Yayasan Care Peduli, itulah Pak Rasyid dan Pak Fandi".
Lebih lanjut,
Taufan menguraikan, “Ternyata
alat ini sangat canggih, karena kita bisa melihat langsung
dari monitor dimana
keberadaan kumpulan ikan-ikan sehingga kami dapat lebih fokus
memilih lokasi dan posisi memancing di lokasi
tempat ikan berkumpul. “Dengan
menyatukan pengetahuan lokal kami ditunjang teknologi ini, insya Allah saya dan kelompok
nelayan lain bisa
meningkatkan hasil tangkapan, dimana sebelumnya terkadang saya pergi melaut, tapi pulang kosong. Sekarang paling tidak saya bisa bawa
pulang dua, tiga
bahkan empat cucuk/tusuk ikan.“ Taufan
menguraikan, setiap cucuk yang terdiri
dari 7 – 8 ekor ikan dijualnya dengan harga 50 ribu.
Taufan mengaku,
dirinya tidak mengalami kesulitan untuk menjual hasil tangkapannya karena ia menawarkannya
melalui medsos (Facebook) apalagi ia sudah memiliki pelanggan tetap. “Alhamdulilah,
hasil tangkapan kami yang dipasarkan melalui medsos (facebook) tidak susah
untuk dipasarkan karena juga sudah memiliki pelanggan tetap, termasuk pembeli dari instansi-instansi pemerintah".
Selain itu, menurut Taufan, ada alat canggih lain yang diterima desanya, itulah apa yang
disebut Sekdes sebagai Display,
instrumen yang menjadi semacam alat kontrol bagi nelayan untuk melaut. “Alat ini juga kami pakai pada saat mau berlayar
jadi kalau diinfokan cuaca
sedang buruk atau gelombang sedang tinggi, kami belum jadi atau
urung untuk melaut. Sebelumnya saya dan
teman-teman nelayan kalau mau melaut hanya main tebak-tebakan dengan melihat ke
arah langit, cuaca sedang baik atau buruk. Namun ketika di tengah perjalanan, biasa dengan
terpaksa kami harus kembali
karena cuaca sedang buruk. Display ini sangat menolong kami sebagai nelayan karena sudah bisa kami akses lewat
HP,” tandas Taufan sambil tersenyum, menutup
pembicaraan. (Bardi Lamancori)