Program pemberdayaan lembaga adat dan tata kelola hutan adat oleh Karsa Institute di Taman Nasional Lore Lindu, khususnya untuk masyarakat Moa dan Toro. Program ini terkait dengan pengakuan hutan adat sebagai hutan hak ulayat oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No. 35 Tahun 2012, yang telah menjadi salah satu kebijakan utama dalam perjuangan masyarakat sipil Indonesia untuk hak atas sumber daya dan pengelolaan hutan, serta peningkatan tata kelola dan kelestarian hutan.
Program perhutanan sosial telah menjadi strategi utama dalam meningkatkan tata kelola hutan dan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan sejak tahun 2015, dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menetapkan target perhutanan sosial sekitar 12,7 juta hektar, termasuk 6,53 juta hektar untuk hutan adat.
Meskipun ada upaya untuk mengakui hutan adat, di Indonesia masih banyak kawasan hutan adat yang belum mendapat dukungan peraturan daerah dan kelembagaan adat masyarakat juga belum terorganisir dengan baik. Hingga saat ini, baru sekitar 221.648 hektar hutan adat yang diakui oleh KLHK.
Salah satu kabupaten percontohan dalam mendorong pengakuan hutan adat adalah Kabupaten Sigi di Sulawesi Tengah. Pemerintah kabupaten Sigi telah membentuk Gugus Tugas Reformasi Agraria (GTRA) untuk memfasilitasi proses reformasi agraria, termasuk klaim hutan adat yang dituangkan dalam peraturan daerahnya.
Dalam konteks ini, masyarakat adat Toro dan Moa kabupaten Sigi yang sebagian wilayah hutan adatnya berada dalam kawasan Taman Nasional Lore Lindu mengajukan permohonan untuk pengakuan wilayah hutan adat mereka kepada KLHK. Pemeriksaan dilakukan oleh tim verifikasi teknis pada tahun 2021, dan berdasarkan rekomendasi tim tersebut, Menteri KLHK mengeluarkan surat keputusan untuk mengakui hutan adat Moa dan Toro.
Meskipun ada pengakuan resmi dari KLHK tentang penguasaan dan pengelolaan hutan adat, namun sebenarnya ada ketidaksesuaian mengenai luasan wilayah adat Moa dan Toro yang diberikan tidak sesuai dengan klaim luasan wilayah adat yang semula mereka usulkan. Walau demikian Masyarakat adat desa Moa dan Toro harus menerima Surat Keputusan (SK) dari KLHK tersebut.
Karsa Institute, dengan dukungan pendanaan dari Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH, bersama masyarakat hukum adat Moa dan Toro dalam memfasilitasi peningkatan kapasitas lembaga adat dan penyusunan pedoman sistem pengelolaan hutan adat berdasarkan kearifan tradisional masyarakat adat dalam menjaga, mengelola dan memanfaatkan sumber daya hutannya secara lestari berkelanjutan. (Bardi Lamancori)