Karsa Institute bekerjasama dengan Kemitraan, melalui program Estungkara melaksanakan Penguatan Kebijakan Inklusi dan Peningkatan Kapasitas melalui Pengarusutamaan GEDSI (gender equality, disability and social inclusion) bagi para pemangku kepentingan di sejumlah desa di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
Kegiatan Semiloka dua hari itu diikuti 40 peserta dari perwakilan pemerintah desa, BPD, utusan perempuan, kader penggerak pembangunan serta perwakilan lembaga adat dari desa Toro, Lonca, Marena, Moa, Peana, Porelea, Pelempea, Banasu dan Masewo dan berlangsung di Hotel Helsinki Palu, 18-19 Oktober 2024.
Juga turut hadir sejumlah penyandang disabilitas utusan Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI), Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI), Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) dari Kabupaten Sigi dan Provinsi Sulawesi Tengah serta perwakilan dari YAKKUM Emergency Unit.
Kegiatan yang dibuka Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida) Kabupaten Sigi, Dr Hj Sitti Ulfah, SE, MSi itu dimaksudkan untuk memperkuat perspektif dan implementasi GEDSI dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Kabupaten Sigi, yang memberikan penghormatan dan perlindungan bagi kelompok rentan khususnya kelompok perempuan, disabilitas dan masyarakat adat, sesuai dengan mandat Undang- Undang nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.
Estungkara, singkatan dari Kesetaraan untuk Menghapus Ketidakadilan dan Diskriminasi adalah Program Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang inklusif di Indonesia bagi masyarakat adat khususnya perempuan, anak dan disabilitas serta kelompok minoritas lainnya. Program ini turut mendorong kesetaraan dan keadilan gender, inklusi social, peningkatan ekonomi serta pembangunan kapasitas organisasi masyarakat sipil. Perlakuan tidak adil dan diskriminatif terhadap kaum rentan seperti disabilitas, anak-anak, Lansia dan perempuan kepala keluarga masih sering terjadi terutama di masyarakat pedesaan.
Disadari bahwa dalam mewujudkan kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab dan kewenangan pemerintah daerah dan desa perlu ada kebijakan afirmasi yang memberi ruang kepada kelompok marginal dan disabilitas untuk dilibatkan secara langsung dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Mengingat saat ini kelompok disabilitas dan kelompok marginal masih dilihat sebagai warga kelas dua (sub-ordinasi) baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun dalam merasakan hasil pembangunan. Keterbatasan akses fisik maupun mental seringkali menjadi penghalang bagi terpenuhinya hak-hak mereka sebagai warga negara untuk bisa setara dan diperlakukan secara adil dalam penyelenggaraan pemerintahan. Situasi ini, diperparah lagi dengan minimnya pelibatan mereka dalam segala proses perencanaan pembangunan sebagaimana layaknya warga masyarakat umumnya.
Dalam beberapa program perencanaan pembangunan, tidak jarang pemerintah khususnya pemerintah desa gagal menemukenali kebutuhan riil kelompok marginal dan penyandang disabilitas di desa. Kurangnya pemahaman para pengambil kebijakan di desa serta menguatnya stigmatisasi terhadap kelompok marginal dan penyandang disabilitas berdampak terhadap buruknya keberpihakan dan respon pemerintah desa terhadap pemenuhan kebutuhan layanan dasar bagi mereka.
Namun, kabar baiknya, sejumlah desa di Kecamatan Pipikoro dan Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi ternyata telah mengintegrasikan Pengarusutamaan GEDSI dengan memberi perhatian khusus terhadap kaum rentan dalam perencanaan pembangunan seperti yang dipraktikkan Pemerintah Desa Toro, Desa Moa dan Porelea; bahkan Pemerintah Desa Peana beberapa tahun lalu,telah menerbitkan Peraturan Desa (Perdes) terkait pemenuhan hak, penghargaan dan pemberdayaan terhadap penyandang disabiltas.
Pada sesi diskusi di hari pertama yang menghadirkan Kadis Sosial dan Kadis Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Sigi, sebagai narasumber, berkembang wacana untuk mendorong pemberlakuan Kebijakan dan Praktik Pembangunan yang inklusif melaui Peraturan Desa di Kabupaten Sigi.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Sigi, Ariyanto, STTP, menyatakan, Pemerintah Kabupaten Sigi melalui Dinas Sosial, siap mendorong dan mendukung kebijakan dan perencanaan pembangunan inklusif oleh Pemerintah Desa terkait pemenuhan hak dasar dan pemberdayaan penyandang disabilitas.
“Dinas Sosial siap mendukung kebijakan inklusif pemerintah desa dalam program perencanaan pembangunan melalui Perdes yang memberi perhatian khusus kepada keluarga pra sejahtera dan kaum rentan seperti saudara-saudara kita yang disabilitas, perempuan kepala keluarga dan golongan lanjut usia,” tandas Ariyanto. “Namun kami minta tolong dan ingatkan kepada pemerintah desa untuk memasukkan data keluarga serta nama saudara-saudara kita itu dalam Data DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) karena DTKS lah yang jadi rujukan Dinas Sosial untuk memberikan bantuan sosial (Bansos) kepada masyarakat tidak mampu,” tegas Ariyanto.
Sementara mewakili Kadis Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Sigi, Siti Hadijah, S.Hut (Kabid Penataan dan Perkembangan Desa) menegaskan, Pemerintah Kabupaten Sigi melalui Dinas PMD mendorong dan siap mendukung pemerintah desa di seluruh Kabupaten Sigi untuk memberlakukan kebijakan pembangunan yang inklusif melalui penyusunan Peraturan Desa (Perdes) Disabilitas dan Inklusif.
“Dinas PMD siap mendukung pemerintah desa di Kabupaten Sigi untuk menjalankan tatakelola pemerintahan yang inklusif dengan memberi perhatian khusus kepada keluarga miskin dan kaum rentan dalam proses pembangunan melaui penetapan peraturan desa, bukan hanya Perdes Disabilitas, tapi Perdes Inklusi karena kaum rentan itu bukan hanya disabilitas, agar semua golongan masyarakat desa yang rentan termasuk perempuan kepala keluarga, anak-anak, kaum Lansia mendapat perhatian khusus dan dilibatkan dalam seluruh proses pembangunan di desa,” kata Siti Hadijah.
Mewakili peserta, Titus Boka, asal Desa Bolapapu, Kecamatan Kulawi, menyatakan terimakasih kepada Karsa dan Pemeritah Kabupaten Sigi, khususnya Dinas Sosial yang sudah peduli dengan memberikan bantuan sosial kepada penyandang disabilitas seperti dirinya. Namun, Titus berharap pemerintah desa lebih serius memperhatikan kaum rentan, yang menurutnya cukup banyak jumlahnya di pedesaan.
“Terimakasih juga kepada Karsa yang sudah undang saya ikut acara ini, “ kata Titus, penyandang tuna rungu dengan suara yang sengau namun masih cukup jelas. “Saya tahu di desa-desa cukup banyak orang seperti saya. Tolong kepala-kepala desa perhatikan Titus-Titus lain yang ada di desa Bapak,” tandas Titus penuh semangat. Peserta seminar dan narasumberpun sontak bertepuk tangan mendengar komentar Titus yang cukup jenaka.
Kegiatan hari pertama diawali Pembukaan oleh Direktur Eksekutif Karsa Institute yang diwakili Direktur Program, Edy Wicaksono dilanjutkan dengan pemaparan materi dari Dinas PMD kabupaten Sigi, Dinas Sosial Kabupaten Sigi, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Sigi dan dari Akademisi Universitas Tadulako Palu.
Hari kedua dilanjutkan dengan lokakarya dan perumusan rencana aksi kolaborasi, perumusan rencana aksi kebijakan anggaran, diskusi kelompok, pleno hasil dan rekomendasi dan diakhiri dengan penyusunan rencana tindak lanjut pelaksanaan kegiatan penguatan kapasitas pemerintah desa, forum perempuan, kader dan kelompok marginal tentang pengarusutamaan GEDSI yang terintegrasi dengan program dan kebijakan pemerintah daerah. *Ijal/Yusak.